Monday 26 January 2015

Tinco Asal Muasal Kerajaan Soppeng

Berasal dari kajian naskah lontara (filologi), Tinco yang terletak di Kabupaten Soppeng Sulawesi Selatan merupakan cikal bakal sejarah perkembangan masyarakat di daerah ini. Konon kabarnya orang pendahulu atau moyang suku bugis penduduk asli soppeng, menjadikan salah satu lokasi, sebagai tempat beriteraksi dengan penguasa langit dan bumi berdasarkan keyakinan yang dianut pada zamannya. Dari data sejarah berupa naskah-naskah lontarak Attoriolonna Soppeng, meriwayatkan asal muasal terbentuknya sistem pemerintahan Soppeng yang diawali turunnya seorang titisan dewa yang disebut Tomanurung (orang yang turun dari langit) di daerah Sekkanyili. Hal penting yang dapat ditangkap dalam uraian diatas bahwa pada umumnya tempat-tempat yang disebutkan, memiliki peninggalan artefaktual
yang membutuhkan sinkronisasi dan interpretasi data sejarah dan arkeologis.

Daerah Tinco disebut sebagai wilayah yang terjadi setelah masyarakat Soppeng berpindah dari Gattareng (daerah pegunungan) menuju permukiman di daerah-daerah di sekitar pinggir sungai atau kaki bukit yang datar. Selain itu, disebutkan pula bahwa Tinco sebagai ibukota kerajaan Soppeng Riaja dan suatu lokasi terdapatnya kisah mallajang (raib) Tomanurung Latemmamala yang kemudian diabadikan dalam bentuk monumental yang berupa penancapan batu andesit bercungkup.
Kawasan situs Tinco yang bertopografi perbukitan, landai, dan di sebelah baratnya terdapat aliran sungai Lawo, adalah relung ekologis yang sangat potensial dan strategis untuk dijadikan sebagai tempat beraktivitas manusia, sebagaimana yang tampak dalam pola distribusi temuan artefaktualnya. Temuan-temuan berupa dakon, lumpang batu, batu temu gelang, batu bergores, dan menhir memperlihatkan penataan yang bersifat permanen dan menandai kawasan ini sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, dan religi. Untuk itu, uraian menyangkut ciri-ciri dan pola sebaran artefaknya, dapat didekati dengan dua pandangan yaitu keruangan atau pemukiman dan pendekatan idiologis.
Pada waktu Matoa Tinco mengetahui kedatangan Petta Manurunge di Sekkanyili, maka berita tersebut disampaikan kepada Matoa Botto, Matoa Ujung dan Matoa Bila, untuk diberitakan kepada orang-orang yang bermukim di Soppeng Rilau. Setelah mengetahui berita itu maka, orang-orang dari Soppeng Rilau dan Soppeng Riaja mengambil kesepakatan. Dari dialog resmi antara Petta Manurunge dengan para Matoa, terjadilah kesepakatan. Pada saat itu hadir semua para bissu meramaikan kerajaan, dan membawa Tomanurung ke Soppeng di rumah Matoa Tinco, bersama dengan itu diberikan sawah kerajaan di Lakelluaja.

Kejadian yang digambarkan dalam lontara tersebut belum diketahui secara pasti, namun menurut perkiraan beberapa sejarahwan bahwa peristiwa itu terjadi sekitar abad ke-12/13 Masehi. Demikian pula dengan tokoh yang disebut Tomanurung tidak diketahui asal usulnya, namun tokoh tersebut digambarkan sebagai sosok yang memiliki kelebihan dan keistimewaan yang akhirnya disepakati sebagai pemimpin masyarakat yang kemudian lebih dikenal dengan nama Latemmamala. Dalam mufakat antara Tomanurung Latemmamala dengan para Matoa yang berjumlah enam puluh orang, disepakati bahwa Tomanurung akan melindungi dan mangayomi serta berusaha memakmurkan rakyatnya. Setelah Latemmamala diangkat sebagai Datu (raja) Soppeng Riaja yang pertama, Latemmamala memberitahukan pula bahwa di Gowarie (sekitar 20 km di sebelah selatan Watansoppeng) muncul Tomanurung lain yang bernama Manurunge ri Gowarie. Dia merupakan seorang putri yang kemudian dijemput pula oleh para Matoa dan atas kesepakatan bersama, Latemmamala diangkat sebagai Datu Soppeng Riaja dan Tomanurunge ri Gowarie diangkat sebagai Datu Soppeng Rilau. Selanjutnya dalam silsilah raja-raja Soppeng yang dikenal merupakan keturunan Latemmamala.

 (sumber: Balai Arkeologi Makassar/ akinduli.blogspot.com

1 comment: